skip to main | skip to sidebar

BLOGX DWIKKA

Template Cinemateca

Descrever seu blog aqui
  • Contato
  • Linux
  • Blogar
  • Editar
  • Entries (RSS)
  • Comments (RSS)
  • Home
  • About Us
  • Archives
  • Contact Us

Rabu, 14 April 2010

Battle of Iwo Jima

Diposting oleh Dwikka di 07.47



Battle of Iwo Jima (19 Februari 1945 – 26 Maret 1945) adalah pertempuran memperebutkan pulau Iwo Jima dari tangan Jepang. Pertempuran di Iwo Jima disebut-sebut sebagai salah satu pertempuran yang paling berdarah yang terjadi di Asia. Pihak sekutu sering menyebut Iwo Jima : "The most hellish defense in pasific, if not in the history of warfare"
.

Iwo Jima sendiri bukanlah pulau yang indah melainkan sebuah pulau yang tertutup pasir berwarna hitam yang berasal dari gunung api Suribachi. Disana masih banyak lubang-lubang yang mengeluarkan asap, jurang-jurang yang dalam dan batu karang yang tinggi. Ukurannya sendiri tidaklah besar, hanya 8 mil persegi.


Namun pulau yang nampak buruk ini memiliki nilai tinggi dilihat dari sisi militer. Pesawat pengebom B-29 bisa terbang dari pulau Saipan untuk mengebom Jepang, hanya saja pulau Saipan masih terlalu jauh dari Jepang (1.200 mil) sehingga pengebom tersebut tidak bisa dikawal pesawat-pesawat pemburu, kecuali jika pesawat-pesawat pemburu itu dilepaskan dari kapal induk dalam jarak yang lebih dekat lagi dengan Jepang.

Letak pulau Iwo Jima lebih dekat dengan Jepang (600 mil) , jika pulau ini bisa direbut dan digunakan sebagai pangkalan udara maka B-29 dapat terbang lebih cepat menuju Jepang sekaligus mendapatkan pengawalan pesawat-pesawat pemburu. Sebab di tanah air jepang masih terdapat 10.000 pesawat terbang berbagai jenis.

Letnan Jendral Tadamichi Kuribayashi

Di pulau ini Jendral Kuribayashi mendirikan pertahanan yang berupa lorong-lorong yang panjangnya mencapai 18 km dan bunker-bunker bawah tanah termasuk sarang-sarang senapan mesin dah meriam. Semuanya dikamuflase begitu baik sehingga hampir tidak terlihat walaupun di siang hari. Jepang sendiri memiliki sekitar 22.000 tentara untuk mempertahankan Iwo Jima dan Jendral Tadamichi Kuribayasi yang berperan sebagai pemimpin. Sebagaimana hebatnyakah Jendral Jepang yang satu ini? Saat Iwo Jima berhasil direbut, seorang opsir Amerika mengatakan : 

"Lets hope the Japs don't have any more like him"

Sebab di bawah perintah dan strateginya mengakibatkan tidak kurang 6.821 marinir Amerika tewas dan 19.189 luka-luka untuk menguasai Iwo Jima.



Invasion


Selama 74 hari pulau itu di bom oleh pesawat-pesawat B-24. Pada jam 02:00 19 Februari 1945, tembakan-tembakan dari battleship membuka serangan ke pulau Iwo Jima. Segala jenis persenjataan digunakan Amerika untuk menyerang pulau, mulai dari meriam-meriam kapal tempur, senjata anti pesawat hingga roket-roket, semua itu ditambah lagi dengan 100 pesawat pengebom yang menyerang pulau Iwo Jima. Namun pihak Amerika tidak menyangka pertahanan Jepang masih utuh.

Jam 08:59, 30.000 Marinir dari 3rd, 4th, and 5th Marine Divisions mendarat di pantai Iwo Jima, saat itu masih belum terdengar tembakan dari tentara Jepang sehingga para Marinir mengira bahwa bombardment dari kapal-kapal perang dan pesawat sudah berhasil membunuh semua tentara Jepang di pulau itu.

Namun saat Marinir mulau bergerak maju, secara tiba-tiba bunker-bunker Jepang mulai menembaki mereka. Marinir sendiri kesulitan mencari bunker Jepang, bunker-bunker itu tersamarkan dengan baik sehingga kadang baru terlihat jika tentara Jepang yang di dalamnya menebak. Medan pasir vulkanis turut memperburuk keadaan, menggali lubang perlindungan di sana sia-sia sebab pasir vulkanis akan segera menutup lubang yang baru dibuat itu. Meriam artillery Jepang terletak di dalam lubang perlindungan yang diperkuat dengan pintu baja, begitu selesai menembak maka pintu baja itu ditutup untuk mencegah balasan tembakan dari pihak Sekutu.

Dan lebih buruk lagi bunker-bunker itu memiliki semacam terowongan yang berhubungan satu dengan yang lain. Jadi begitu satu bunker berhasil dibersihkan dengan flamethrower atau granat, tentara Jepang yang lain segera mengisi bunker itu.

Di Iwo Jima, Jepang juga menggunakan mortir raksasa yang diameternya mencapai 320mm. Montir ini begitu pelurunya menghantam permukaan akan terpecah, satu pecahannya yang beratnya bisa beberapa pon dapat memutuskan bagian tubuh manusia.

M4A3R3 Sherman

Marinir juga menggunakan delapan tank M4A3R3 Sherman dan dipersenjatai dengan Navy Mark I flame thrower ("Ronson" atau Zippo Tanks) guna membersihkan pertahanan Jepang. Tank ini terbukti efektif, lapisan bajanya dapat melindungi awak tank dari senapan mesin Jepang, terkecuali meriam berat. Sedangkan di langit, pesawat-pesawat P-51 Mustang menembaki daerah-daerah yang dicurigai sebagai bunker Jepang.

Setelah kehabisan air minum, makanan dan perbekalan, tentara Jepang mulai kehilangan semangatnya. Beberapa melakukan bunuh diri dengan granat. Jendral Kuribayashi sendiri sebenarnya sejak awal memerintahkan untuk jangan melakukan serangan banzai, namun beberapa tentara Jepang nekat melakukan banzai di malam hari.

Salah satu pesan Jendral Kuribayashi kepada tentara Jepang di Iwo Jima

We shall defend this island with all our strength to the end.
We shall fling ourselves against the enemy tanks clutching explosives to destroy them.
We shall slaughter the enemy, dashing in among them to kill them.
Every one of our shots shall be on target and kill the enemy.
We shall not die until we have killed ten of the enemy.
We shall continue to harass the enemy with guerrilla tactics even if only one of us remains alive.


Final


21.703 tentara Jepang tewas dan 1.083 tertangkap. Kerugian tentara Sekutu sendiri tidaklah kecil, setidaknya 6.821 Marinir tewas dan 19.189 terluka. Namun sekalipun pulau dikuasai Sekutu diperkirakan masih ada tentara Jepang yang bersembunyi di terowongan-terowongan, mereka satu-per satu akhirnya menyerah (selain yang bunuh diri). Tahun 1951 anak buah Letnan Toshihiko, Yamakage Kufuku dan Matsudo Linsoki menyerah setelah selama enam tahun mereka bersembunyi di Iwo Jima.

Lanjut membaca “Battle of Iwo Jima”  »»
0 komentar
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Bagikan ke XBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

The Crusade (Perang Salib) Overview

Diposting oleh Dwikka di 07.46

Berziarah ke Tanah Suci, terutama Makam Suci (dimana Yesus dikuburkan) merupakan tradisi masyarakat kristen Eropa selama berabad-abad. Segalanya berubah saat kaum Turki Seljuk muncul. Mereka membenci kaum non-Muslim dan menyerang peziarah kristen yang datang ke Tanah Suci maupun area Timur Tengah lain, sehingga perdamaian antara kaum Kristen dan Muslim berakhir. Selain itu mereka juga merebut banyak tanah di Asia Kecil yang merupakan milik Kekaisaran Byzantium. Akibatnya Paus Urban memerintahkan Perang Salib pada seluruh ksatria Kristen untuk merebut kembali Palestina dari tangan Muslim



Perintah ini membangkitkan semangat dalam diri seluruh ksatria di Eropa. Mereka merupakan umat yang taat, ditambah lagi paus menjanjikan hadiah yang besar bagi mereka yang meninggal dalam perang. Selain itu kemungkinan mendapatkan tanah dan kekayaan di luar negeri, daripada berebut harta dengan saudara dan tetangga di kampung halaman merupakan kemungkinan yang menggiurkan

Tahun 1097, 30.000 bala tentara, termasuk para peziarah, memasuki Asia Kecil lewat Konstantinopel. Walau ada keributan antara para pemimpin dan masalah antara Tentara Salib dan pendukung Byzantiumnya, Tentara Salib terus maju, dan akhirnya mencapai Timur Tengah. Pasukan Turki juga sama bermasalahnya, dan kedua pihak masih belum mengenal lawannya dengan baik. Ksatria dan infanteri Prancis kesulitan menghadapi kavaleri ringan dan pemanah Arab, juga sebaliknya. Ketahanan dan kekuatan para ksatria memenangkan banyak pertempuran, walau kebanyakan merupakan kemenangan tipis. Antioch jatuh tahun 1098 karena pengkhianatan dan Yerusalem jatuh tahun 1099 karena pasukan pelindung yang lemah. Setelah perang Salib pertama usai, banyak Tentara Salib yang pulang, namun ada yang tetap tinggal untuk membentuk kerajaan feodal seperti di Eropa, bernama Outremer- Tanah Asing

Penguasa Kristen di Arab kalah jumlah dengan populasi yang mereka kuasai, jadi mereka membangun benteng dan menyewa tentara untuk membantu. Dari markas mereka yang aman, mereka terkadang keluar untuk menyerang kaum Arab yang menyerbu, dan kembali lagi. Selama berabad-abad kaum Arab dan kaum Kristen bertempur dengan sistem gerilya klasik. Ksatria Prancis tangguh namun lambat, kaum Arab tidak mempu berhadapan dengan serbuan kavaleri berat, namun dapat mengitari mereka, sambil berharap dapat melumpuhkan mereka. Kerajaan Tentara Salib kebanyakan berada di pesisir, sehingga dapat menerima bala bantuan dan pasokan secara terus menerus. Namun serangan kaum Arab yang terus-menerus dan rakyat yang tidak senang menyebabkan mereka kesulitan secara finansial.




Monastic Christian Military Orders (Satuan Militer Biarawan Kristen)


Selama Perang Salib berbagai satuan militer dibentuk untuk mendukung perang ini. Mereka merupakan pasukan terbaik dalam Perang Salib dan menjadi musuh bebuyutan kaum Arab



Knights Templar


Satuan militer yang pertama kali dibentuk, dan mungkin yang paling terkenal adalah Knights of the Temple (Ksatria Kuil), lebih dikenal sebagai Knights Templar, yang mengambil nama mereka dari Kuil Solomon di Yerusalem. Dibentuk tahun 1108 untuk melindungi Makam Suci di Yerusalem. Pasukan Templar memakai baju tebal putih dengan lambang salib berwarna merah dan mengambil sumpah hidup sederhana, kepatuhan dan tidak menikah, sama seperti sumpah yang diambil biarawan Benediktus. 

Sebagian besar anggota Templar merupakan orang Prancis. Kaum Templar bertanggung jawab langsung kepada Paus, dan Paus pulalah yang memberikan mereka hak untuk melakukan berbagai hal, termasuk memungut pajak militer dan meminjamkan uang. Pasukan Templar merupakan pejuang paling berani di Tanah Suci. Mereka merupakan Tentara Salib yang terakhir meninggalkan tanah Suci. Sebagian besar anggota kaum Templar merupakan pasukan kavaleri berat (pasukan berkuda yang mengenakan baju pelindung yang lengkap) dan keberadaan mereka amat terasa dalam berbagai pertempuran sepanjang Perang Salib, termasuk kemenangan Richard ke-I di Arsuf, dan kekalahan Tentara Salib di Hattin. 

Dalam masa aktif mereka, kaum Templar menjadi kaya karena sumbangan dan meminjamkan uang dengan bunga tertentu, akibatnya banyak raja Eropa yang merasa iri dan tidak percaya dengan mereka. Tahun 1307 raja Prancis Philip ke-4 menuduh mereka dengan banyak tuduhan, termasuk melawan agama, menangkap mereka, dan menyita tanah mereka. Pemimpin Eropa lain melihat kesempatan ini dan mengikuti jejaknya, hasilnya kaum Templar hancur



Knights Hospitaller


The Knights of St. John of Jerusalem (Ksatria Santo Yohanes dari Yerusalem), lebih dikenal sebagai Knights Hospitaller, pada awalnya dibentuk untuk mengobati peziarah yang sakit dan miskin yang mengunjungi Makam Suci. Tidak lama setelah dibentuk, mereka diubah menjadi satuan militer. Mereka mengenakan baju tebal berwarna merah dengan lambang salib putih (kebalikan Knights Templar yang mengenakan baju putih bersalib merah) dan juga mengambil sumpah Santo Benediktus. Kaum Hospitaller memasang standar yang tinggi dan tidak mau menjadi kaya ataupun malas. Saat keluar dari Tanah Suci setelah benteng tangguh mereka, Krak des Chevaliers menyerah, mereka mundur ke kepulauan Rhodes, yang mereka pertahankan cukup lama. Saat Sultan Ottoman Suleiman menyerang mereka dengan 100 ribu tentara, kaum Hospitaller bertahan selama berbulan-bulan meski hanya berjumlah 7 ribu. Setelah kalah di Rhodes, mereka lari ke Malta, disambut dengan bala tentara Turki lainnya, hanya untuk menghalau mereka kembali.



Teutonic Knights


Ksatria Teuton dibentuk tahun 1190 dan sebagian besar anggotanya merupakan kaum Jerman. Mereka dibentuk untuk melindungi peziarah Jerman yang berziarah ke Tanah Suci. Namun sebelum Perang Salib berakhir mereka sudah berganti haluan menjadi meng-Kristen kan kaum kafir di Prussia dan Negara Baltik



Lanjut membaca “The Crusade (Perang Salib) Overview”  »»
0 komentar
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Bagikan ke XBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Sutan Syahrir : PM Indonesia pertama

Diposting oleh Dwikka di 07.45


  • Masa jabatan : 14 November 1945 – 3 Juli 1947
  • Pendahulu :Tidak ada, jabatan baru
  • Pengganti : Amir Sjarifoeddin
  • Partai politik : Partai Sosialis Indonesia
  • Suami/Istri :Maria Duchateau, Siti Wahyunah
  • Pekerjaan : Politikus

Sutan Syahrir atau juga dieja sebagai Soetan Sjahrir (lahir di Padang Panjang, Sumatera Barat, 5 Maret 1909 – meninggal di Zürich, Swiss, 9 April 1966 pada umur 57 tahun) adalah seorang politikus dan perdana menteri pertama Indonesia. Ia menjabat sebagai Perdana Menteri Indonesia dari 14 November 1945 hingga 20 Juni 1947. Syahrir mendirikan Partai Sosialis Indonesia pada tahun 1948. Ia meninggal dalam pengasingan sebagai tawanan politik dan dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta.


Riwayat


Syahrir lahir dari pasangan Mohammad Rasad gelar Maharaja Soetan bin Soetan Leman gelar Soetan Palindih dan Puti Siti Rabiah yang berasal dari Koto Gadang, Agam. [1] Ayahnya menjabat sebagai penasehat sultan Deli dan kepala jaksa (landraad) di Medan. Syahrir bersaudara seayah dengan Rohana Kudus, aktivis serta wartawan wanita yang terkemuka.

Syahrir mengenyam sekolah dasar (ELS) dan sekolah menengah (MULO) terbaik di Medan, dan membetahkannya bergaul dengan berbagai buku-buku asing dan ratusan novel Belanda. Malamnya dia mengamen di Hotel de Boer, hotel khusus untuk tamu-tamu kulit putih.

Pada 1926, ia selesai dari MULO, masuk sekolah lanjutan atas (AMS) di Bandung, sekolah termahal di Hindia Belanda saat itu. Di sekolah itu, dia bergabung dalam Himpunan Teater Mahasiswa Indonesia (Batovis) sebagai sutradara, penulis skenario, dan juga aktor. Hasil mentas itu dia gunakan untuk membiayai sekolah yang ia dirikan, Tjahja Volksuniversiteit, Cahaya Universitas Rakyat.

Di kalangan siswa sekolah menengah (AMS) Bandung, Syahrir menjadi seorang bintang. Syahrir bukanlah tipe siswa yang hanya menyibukkan diri dengan buku-buku pelajaran dan pekerjaan rumah. Ia aktif dalam klub debat di sekolahnya. Syahrir juga berkecimpung dalam aksi pendidikan melek huruf secara gratis bagi anak-anak dari keluarga tak mampu dalam Tjahja Volksuniversiteit.

Aksi sosial Syahrir kemudian menjurus jadi politis. Ketika para pemuda masih terikat dalam perhimpunan-perhimpunan kedaerahan, pada 20 Februari 1927, Syahrir termasuk dalam sepuluh orang penggagas pendirian himpunan pemuda nasionalis, Jong Indonesie. Perhimpunan itu kemudian berubah nama jadi Pemuda Indonesia yang menjadi motor penyelenggaraan Kongres Pemuda Indonesia. Kongres monumental yang mencetuskan Sumpah Pemuda pada 1928.

Sebagai siswa sekolah menengah, Syahrir sudah dikenal oleh polisi Bandung sebagai pemimpin redaksi majalah himpunan pemuda nasionalis. Dalam kenangan seorang temannya di AMS, Syahrir kerap lari digebah polisi karena membandel membaca koran yang memuat berita pemberontakan PKI 1926; koran yang ditempel pada papan dan selalu dijaga polisi agar tak dibaca para pelajar sekolah.

Syahrir melanjutkan pendidikan ke negeri Belanda di Fakultas Hukum, Universitas Amsterdam, Leiden. Di sana, Syahrir mendalami sosialisme. Secara sungguh-sungguh ia berkutat dengan teori-teori sosialisme. Ia akrab dengan Salomon Tas, Ketua Klub Mahasiswa Sosial Demokrat, dan istrinya Maria Duchateau, yang kelak dinikahi Syahrir, meski sebentar. (Kelak Syahrir menikah kembali dengan Poppy, kakak tertua dari Soedjatmoko dan Miriam Boediardjo).

Dalam tulisan kenangannya, Salomon Tas berkisah perihal Syahrir yang mencari teman-teman radikal, berkelana kian jauh ke kiri, hingga ke kalangan anarkis yang mengharamkan segala hal berbau kapitalisme dengan bertahan hidup secara kolektif –saling berbagi satu sama lain kecuali sikat gigi. Demi lebih mengenal dunia proletar dan organisasi pergerakannya, Syahrir pun bekerja pada Sekretariat Federasi Buruh Transportasi Internasional.

Selain menceburkan diri dalam sosialisme, Syahrir juga aktif dalam Perhimpunan Indonesia (PI) yang ketika itu dipimpin oleh Mohammad Hatta. Di awal 1930, pemerintah Hindia Belanda kian bengis terhadap organisasi pergerakan nasional, dengan aksi razia dan memenjarakan pemimpin pergerakan di tanah air, yang berbuntut pembubaran Partai Nasional Indonesia (PNI) oleh aktivis PNI sendiri. Berita tersebut menimbulkan kekhawatiran di kalangan aktivis PI di Belanda. Mereka selalu menyerukan agar pergerakan jangan jadi melempem lantaran pemimpinnya dipenjarakan. Seruan itu mereka sampaikan lewat tulisan. Bersama Hatta, keduanya rajin menulis di Daulat Rakjat, majalah milik Pendidikan Nasional Indonesia, dan memisikan pendidikan rakyat harus menjadi tugas utama pemimpin politik. "Pertama-tama, marilah kita mendidik, yaitu memetakan jalan menuju kemerdekaan," katanya.

Pengujung tahun 1931, Syahrir meninggalkan kampusnya untuk kembali ke tanah air dan terjun dalam pergerakan nasional. Syahrir segera bergabung dalam organisasi Pendidikan Nasional Indonesia (PNI Baru), yang pada Juni 1932 diketuainya. Pengalaman mencemplungkan diri dalam dunia proletar ia praktekkan di tanah air. Syahrir terjun dalam pergerakan buruh. Ia memuat banyak tulisannya tentang perburuhan dalam Daulat Rakyat. Ia juga kerap berbicara perihal pergerakan buruh dalam forum-forum politik. Mei 1933, Syahrir didaulat menjadi Ketua Kongres Kaum Buruh Indonesia.

Hatta kemudian kembali ke tanah air pada Agustus 1932, segera pula ia memimpin PNI Baru. Bersama Hatta, Syahrir mengemudikan PNI Baru sebagai organisasi pencetak kader-kader pergerakan. Berdasarkan analisis pemerintahan kolonial Belanda, gerakan politik Hatta dan Syahrir dalam PNI Baru justru lebih radikal tinimbang Soekarno dengan PNI-nya yang mengandalkan mobilisasi massa. PNI Baru, menurut polisi kolonial, cukup sebanding dengan organisasi Barat. Meski tanpa aksi massa dan agitasi; secara cerdas, lamban namun pasti, PNI Baru mendidik kader-kader pergerakan yang siap bergerak ke arah tujuan revolusionernya.

Karena takut akan potensi revolusioner PNI Baru, pada Februari 1934, pemerintah kolonial Belanda menangkap, memenjarakan, kemudian membuang Syahrir, Hatta, dan beberapa pemimpin PNI Baru ke Boven Digul. Hampir setahun dalam kawasan malaria di Papua itu, Hatta dan Syahrir dipindahkan ke Banda Neira untuk menjalani masa pembuangan selama enam tahun.


Masa pendudukan Jepang


Sementara Soekarno dan Hatta menjalin kerja sama dengan Jepang, Syahrir membangun jaringan gerakan bawah tanah anti-fasis. Syahrir yakin Jepang tak mungkin memenangkan perang, oleh karena itu, kaum pergerakan mesti menyiapkan diri untuk merebut kemerdekaan di saat yang tepat. Simpul-simpul jaringan gerakan bawah tanah kelompok Syahrir adalah kader-kader PNI Baru yang tetap meneruskan pergerakan dan kader-kader muda yakni para mahasiswa progresif.

Sastra, seorang tokoh senior pergerakan buruh yang akrab dengan Syahrir, menulis: “Di bawah kepemimpinan Syahrir, kami bergerak di bawah tanah, menyusun kekuatan subjektif, sambil menunggu perkembangan situasi objektif dan tibanya saat-saat psikologis untuk merebut kekuasaan dan kemerdekaan.”

Situasi objektif itu pun makin terang ketika Jepang makin terdesak oleh pasukan Sekutu. Syahrir mengetahui perkembangan Perang Dunia dengan cara sembunyi-sembunyi mendengarkan berita dari stasiun radio luar negeri. Kala itu, semua radio tak bisa menangkap berita luar negeri karena disegel oleh Jepang. Berita-berita tersebut kemudian ia sampaikan ke Hatta. Sembari itu, Syahrir menyiapkan gerakan bawah tanah untuk merebut kekuasaan dari tangan Jepang.

Syahrir yang didukung para pemuda mendesak Soekarno dan Hatta untuk memproklamasikan kemerdekaan pada 15 Agustus karena Jepang sudah menyerah, Syahrir siap dengan massa gerakan bawah tanah untuk melancarkan aksi perebutan kekuasaan sebagai simbol dukungan rakyat. Soekarno dan Hatta yang belum mengetahui berita menyerahnya Jepang, tidak merespon secara positif. Mereka menunggu keterangan dari pihak Jepang yang ada di Indonesia, dan proklamasi itu mesti sesuai prosedur lewat keputusan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang dibentuk oleh Jepang. Sesuai rencana PPKI, kemerdekaan akan diproklamasikan pada 24 September 1945.

Sikap Soekarno dan Hatta tersebut mengecewakan para pemuda, sebab sikap itu berisiko kemerdekaan RI dinilai sebagai hadiah Jepang dan RI adalah bikinan Jepang. Guna mendesak lebih keras, para pemuda pun menculik Soekarno dan Hatta pada 16 Agustus. Akhirnya, Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan RI pada 17 Agustus.


Masa Revolusi Nasional Indonesia


Revolusi menciptakan atmosfer amarah dan ketakutan, karena itu sulit untuk berpikir jernih. Sehingga sedikit sekali tokoh yang punya konsep dan langkah strategis meyakinkan guna mengendalikan kecamuk revolusi. Saat itu, ada dua orang dengan pemikirannya yang populer kemudian dianut banyak kalangan pejuang republik: Tan Malaka dan Sutan Syahrir. Dua tokoh pergerakan kemerdekaan yang dinilai steril dari noda kolaborasi dengan Pemerintahan Fasis Jepang, meski kemudian bertentangan jalan dalam memperjuangan kedaulatan republik.

Di masa genting itu, Bung Syahrir menulis Perjuangan Kita. Sebuah risalah peta persoalan dalam revolusi Indonesia, sekaligus analisis ekonomi-politik dunia usai Perang Dunia II. Perjungan Kita muncul menyentak kesadaran. Risalah itu ibarat pedoman dan peta guna mengemudikan kapal Republik Indonesia di tengah badai revolusi.

Tulisan-tulisan Syahrir dalam Perjuangan Kita, membuatnya tampak berseberangan dan menyerang Soekarno. Jika Soekarno amat terobsesi pada persatuan dan kesatuan, Syahrir justru menulis, "Tiap persatuan hanya akan bersifat taktis, temporer, dan karena itu insidental. Usaha-usaha untuk menyatukan secara paksa, hanya menghasilkan anak banci. Persatuan semacam itu akan terasa sakit, tersesat, dan merusak pergerakan."

Dan dia mengecam Soekarno. "Nasionalisme yang Soekarno bangun di atas solidaritas hierarkis, feodalistis: sebenarnya adalah fasisme, musuh terbesar kemajuan dunia dan rakyat kita." Dia juga mengejek gaya agitasi massa Soekarno yang menurutnya tak membawa kejernihan.

Perjuangan Kita adalah karya terbesar Syahrir, kata Salomon Tas, bersama surat-surat politiknya semasa pembuangan di Boven Digul dan Bandaneira. Manuskrip itu disebut Indonesianis Ben Anderson sebagai, "Satu-satunya usaha untuk menganalisa secara sistematis kekuatan domestik dan internasional yang memperngaruhi Indonesia dan yang memberikan perspektif yang masuk akal bagi gerakan kemerdekaan di masa depan."

Terbukti kemudian, pada November ’45 Syahrir didukung pemuda dan ditunjuk Soekarno menjadi formatur kabinet parlementer. Pada usia 36 tahun, mulailah lakon Syahrir dalam panggung memperjuangkan kedaulatan Republik Indonesia, sebagai Perdana Menteri termuda di dunia, merangkap Menteri Luar Negeri dan Menteri Dalam Negeri.


Penculikan


Penculikan Perdana Menteri Sjahrir merupakan peristiwa yang terjadi pada 26 Juni 1946 di Surakarta oleh kelompok oposisi Persatuan Perjuangan yang tidak puas atas diplomasi yang dilakukan oleh pemerintahan Kabinet Sjahrir II dengan pemerintah Belanda. Kelompok ini menginginkan pengakuan kedaulatan penuh, sedangkan kabinet yang berkuasa hanya menuntut pengakuan kedaulatan atas Jawa dan Madura.

Kelompok Persatuan Perjuangan ini dipimpin oleh Mayor Jendral Soedarsono dan 14 pimpinan sipil, di antaranya Tan Malaka dari Partai Komunis Indonesia. Perdana Menteri Sjahrir ditahan di suatu rumah peristirahatan di Paras.

Presiden Soekarno sangat marah atas aksi penculikan ini dan memerintahkan Polisi Surakarta menangkap para pimpinan kelompok tersebut. Tanggal 1 Juli 1946, ke-14 pimpinan berhasil ditangkap dan dijebloskan ke penjara Wirogunan.

Tanggal 2 Juli 1946, tentara Divisi 3 yang dipimpin Mayor Jendral Soedarsono menyerbu penjara Wirogunan dan membebaskan ke 14 pimpinan penculikan.

Presiden Soekarno marah mendengar penyerbuan penjara dan memerintahkan Letnan Kolonel Soeharto, pimpinan tentara di Surakarta, untuk menangkap Mayjen Soedarsono dan pimpinan penculikan. Lt. Kol. Soeharto menolak perintah ini karena dia tidak mau menangkap pimpinan/atasannya sendiri. Dia hanya mau menangkap para pemberontak kalau ada perintah langsung dari Kepala Staf militer RI, Jendral Soedirman. Presiden Soekarno sangat marah atas penolakan ini dan menjuluki Lt. Kol. Soeharto sebagai perwira keras kepala (koppig).

Kelak Let. Kol. Soeharto menjadi Presiden RI Soeharto dan menerbitkan catatan tentang peristiwa pemberontakan ini dalam buku otobiografinya Ucapan, Pikiran dan Tindakan Saya.

Lt. Kol. Soeharto berpura-pura bersimpati pada pemberontakan dan menawarkan perlindungan pada Mayjen Soedarsono dan ke 14 orang pimpinan di markas resimen tentara di Wiyoro. Malam harinya Lt. Kol. Soeharto membujuk Mayjen Soedarsono dan para pimpinan pemberontak untuk menghadap Presiden RI di Istana Presiden di Jogyakarta. Secara rahasia, Lt. Kol. Soeharto juga menghubungi pasukan pengawal Presiden dan memberitahukan rencana kedatangan Mayjen Soedarsono dan pimpinan pemberontak.

Tanggal 3 Juli 1946, Mayjen Soedarsono dan pimpinan pemberontak berhasil dilucuti senjatanya dan ditangkap di dekat Istana Presiden di Yogyakarta oleh pasukan pengawal presiden. Peristiwa ini lalu dikenal sebagai pemberontakan 3 Juli 1946 yang gagal.


Diplomasi Syahrir


Setelah kejadian penculikan Syahrir hanya bertugas sebagai Menteri Luar Negeri, tugas sebagai Perdana Menteri diambil alih Presiden Soekarno. Namun pada tanggal 2 Oktober 1946, Presiden menunjuk kembali Syahrir sebagai Perdana Menteri agar dapat melanjutkan Perundingan Linggarjati yang akhirnya ditandatangani pada 15 November 1946.

Tanpa Syahrir, Soekarno bisa terbakar dalam lautan api yang telah ia nyalakan. Sebaliknya, sulit dibantah bahwa tanpa Bung Karno, Syahrir tidak berdaya apa-apa.

Syahrir mengakui Soekarno-lah pemimpin republik yang diakui rakyat. Soekarno-lah pemersatu bangsa Indonesia. Karena agitasinya yang menggelora, rakyat di bekas teritori Hindia Belanda mendukung revolusi. Kendati demikian, kekuatan raksasa yang sudah dihidupkan Soekarno harus dibendung untuk kemudian diarahkan secara benar, agar energi itu tak meluap dan justru merusak.

Sebagaimana argumen Bung Hatta bahwa revolusi mesti dikendalikan; tak mungkin revolusi berjalan terlalu lama, revolusi yang mengguncang ‘sendi’ dan ‘pasak’ masyarakat jika tak dikendalikan maka akan meruntuhkan seluruh ‘bangunan’.

Agar Republik Indonesia tak runtuh dan perjuangan rakyat tak menampilkan wajah bengis, Syahrir menjalankan siasatnya. Di pemerintahan, sebagai ketua Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP KNIP), ia menjadi arsitek perubahan Kabinet Presidensil menjadi Kabinet Parlementer yang bertanggung jawab kepada KNIP sebagai lembaga yang punya fungsi legislatif. RI pun menganut sistem multipartai. Tatanan pemerintahan tersebut sesuai dengan arus politik pasca-Perang Dunia II, yakni kemenangan demokrasi atas fasisme. Kepada massa rakyat, Syahrir selalu menyerukan nilai-nilai kemanusiaan dan anti-kekerasan.

Dengan siasat-siasat tadi, Syahrir menunjukkan kepada dunia internasional bahwa revolusi Republik Indonesia adalah perjuangan suatu bangsa yang beradab dan demokratis di tengah suasana kebangkitan bangsa-bangsa melepaskan diri dari cengkeraman kolonialisme pasca-Perang Dunia II. Pihak Belanda kerap melakukan propaganda bahwa orang-orang di Indonesia merupakan gerombolan yang brutal, suka membunuh, merampok, menculik, dll. Karena itu sah bagi Belanda, melalui NICA, menegakkan tertib sosial sebagaimana kondisi Hindia Belanda sebelum Perang Dunia II. Mematahkan propaganda itu, Syahrir menginisiasi penyelenggaraan pameran kesenian yang kemudian diliput dan dipublikasikan oleh para wartawan luar negeri.

Ada satu cerita perihal sikap konsekuen pribadi Syahrir yang anti-kekerasan. Di pengujung Desember 1946, Perdana Menteri Syahrir dicegat dan ditodong pistol oleh serdadu NICA. Saat serdadu itu menarik pelatuk, pistolnya macet. Karena geram, dipukullah Syahrir dengan gagang pistol. Berita itu kemudian tersebar lewat Radio Republik Indonesia. Mendengar itu, Syahrir dengan mata sembab membiru memberi peringatan keras agar siaran itu dihentikan, sebab bisa berdampak fatal dibunuhnya orang-orang Belanda di kamp-kamp tawanan oleh para pejuang republik, ketika tahu pemimpinnya dipukuli.

Meski jatuh-bangun akibat berbagai tentangan di kalangan bangsa sendiri, Kabinet Sjahrir I, Kabinet Sjahrir II sampai dengan Kabinet Sjahrir III (1945 hingga 1947) konsisten memperjuangkan kedaulatan RI lewat jalur diplomasi. Syahrir tak ingin konyol menghadapi tentara sekutu yang dari segi persenjataan jelas jauh lebih canggih. Diplomasinya kemudian berbuah kemenangan sementara. Inggris sebagai komando tentara sekutu untuk wilayah Asia Tenggara mendesak Belanda untuk duduk berunding dengan pemerintah republik. Secara politik, hal ini berarti secara de facto sekutu mengakui eksistensi pemerintah RI.

Jalan berliku diplomasi diperkeruh dengan gempuran aksi militer Belanda pada 21 Juli 1947. Aksi Belanda tersebut justru mengantarkan Indonesia ke forum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Setelah tidak lagi menjabat Perdana Menteri (Kabinet Sjahrir III), Syahrir diutus menjadi perwakilan Indonesia di PBB. Dengan bantuan Biju Patnaik, Syahrir bersama Agus Salim berangkat ke Lake Success, New York melalui New Delhi dan Kairo untuk menggalang dukungan India dan Mesir.

Pada 14 Agustus 1947 Syahrir berpidato di muka sidang Dewan Keamanan PBB. Berhadapan dengan para wakil bangsa-bangsa sedunia, Syahrir mengurai Indonesia sebagai sebuah bangsa yang berabad-abad berperadaban aksara lantas dieksploitasi oleh kaum kolonial. Kemudian, secara piawai Syahrir mematahkan satu per satu argumen yang sudah disampaikan wakil Belanda, Van Kleffens. Dengan itu, Indonesia berhasil merebut kedudukan sebagai sebuah bangsa yang memperjuangan kedaulatannya di gelanggang internasional. PBB pun turut campur, sehingga Belanda gagal mempertahankan upayanya untuk menjadikan pertikaian Indonesia-Belanda sebagai persoalan yang semata-mata urusan dalam negerinya.

Van Kleffens dianggap gagal membawa kepentingan Belanda dalam sidang Dewan Keamanan PBB. Berbagai kalangan Belanda menilai kegagalan itu sebagai kekalahan seorang diplomat ulung yang berpengalaman di gelanggang internasional dengan seorang diplomat muda dari negeri yang baru saja lahir. Van Kleffens pun ditarik dari posisi sebagai wakil Belanda di PBB menjadi duta besar Belanda di Turki.

Syahrir populer di kalangan para wartawan yang meliput sidang Dewan Keamanan PBB, terutama wartawan-wartawan yang berada di Indonesia semasa revolusi. Beberapa surat kabar menamakan Syahrir sebagai The Smiling Diplomat.

Syahrir mewakili Indonesia di PBB selama 1 bulan, dalam 2 kali sidang. Pimpinan delegasi Indonesia selanjutnya diwakili oleh Lambertus Nicodemus Palar (L.N.) Palar sampai tahun 1950.


Partai Sosialis Indonesia


Selepas memimpin kabinet, Sutan Syahrir diangkat menjadi penasihat Presiden Soekarno sekaligus Duta Besar Keliling. Pada tahun 1948 Syahrir mendirikan Partai Sosialis Indonesia (PSI) sebagai partai alternatif selain partai lain yang tumbuh dari gerakan komunis internasional. Meskipun PSI berhaluan kiri dan mendasarkan pada ajaran Marx-Engels, namun ia menentang sistem kenegaraan Uni Soviet. Menurutnya pengertian sosialisme adalah menjunjung tinggi derajat kemanusiaan, dengan mengakui dan menjunjung persamaan derajat tiap manusia.


Hobi Dirgantara dan Musik


Meskipun perawakannya kecil, yang oleh teman-temannya sering dijuluki Si Kancil, Sutan Syahrir adalah salah satu penggemar olah raga dirgantara, pernah menerbangkan pesawat kecil dari Jakarta ke Yogyakarta pada kesempatan kunjungan ke Yogyakarta. Di samping itu juga senang sekali dengan musik klasik, di mana beliau juga bisa memainkan biola.


Akhir hidup


Tahun 1955 PSI gagal mengumpulkan suara dalam pemilihan umum pertama di Indonesia. Setelah kasus PRRI tahun 1958, hubungan Sutan Syahrir dan Presiden Soekarno memburuk sampai akhirnya PSI dibubarkan tahun 1960. Tahun 1962 hingga 1965, Syahrir ditangkap dan dipenjarakan tanpa diadili sampai menderita stroke. Setelah itu Syahrir diijinkan untuk berobat ke Zürich Swis, salah seorang kawan dekat yang pernah menjabat wakil ketua PSI Sugondo Djojopuspito menghantarkan beliau di Bandara Kemayoran dan Syahrir memeluk Sugondo degan air mata, dan akhirnya meninggal di Swiss pada tanggal 9 April 1966.


Karya :

  1. Pikiran dan Perjuangan, tahun 1950 (kumpulan karangan dari Majalah ”Daulat Rakyat” dan majalah-majalah lain, tahun 1931 – 1940)
  2. Pergerakan Sekerja, tahun 1933
  3. Perjuangan Kita, tahun 1945
  4. Indonesische Overpeinzingen, tahun 1946 (kumpulan surat-surat dan karangan-karangan dari penjara Cipinang dan tempat pembuangan di Digul dan Banda-Neira, dari tahun 1934 sampau 1938).
  5. Renungan Indonesia, tahun 1951 (diterjemahkan dari Bahasa Belanda: Indonesische Overpeinzingen oleh HB Yassin)
  6. Out of Exile, tahun 1949 (terjemahan dari ”Indonesische Overpeinzingen” oleh Charles Wolf Jr. dengan dibubuhi bagian ke-2 karangan Sutan Sjahrir)
  7. Renungan dan Perjuangan, tahun 1990 (terjemahan HB Yassin dari Indonesische Overpeinzingen dan Bagian II Out of Exile)
  8. Sosialisme dan Marxisme, tahun 1967 (kumpulan karangan dari majalah “Suara Sosialis” tahun 1952 – 1953)
  9. Nasionalisme dan Internasionalisme, tahun 1953 (pidato yang diucapkan pada Asian Socialist Conference di Rangoon, tahun 1953)
  10. Karangan–karangan dalam "Sikap", "Suara Sosialis" dan majalah–majalah lain
  11. Sosialisme Indonesia Pembangunan, tahun 1983 (kumpulan tulisan Sutan Sjahrir diterbitkan oleh Leppenas)

Lanjut membaca “Sutan Syahrir : PM Indonesia pertama”  »»
0 komentar
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Bagikan ke XBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Seputar Peristiwa Agresi Militer Belanda II

Diposting oleh Dwikka di 07.43

Tanggal 6 Agustus 1948, Dr. Willem Drees dari Partij van de Arbeid, menjadi Perdana Menteri kabinet koalisi bersama Partai Katolik (Katholieke Volkspartij). Dia menggantikan Dr. L.J.M. Beel, yang kemudian diangkat menjadi Hooge Vertegenwoordiger van de Kroon (Wakil Tinggi Mahkota) Belanda di Indonesia. Beel menggantikan posisi van Mook sebagai Wakil Gubernur Jenderal. Jabatan Gubernur Jenderal dan Wakil Gubernur Jenderal dihapus. Willem Drees, pernah menjadi Menteri Sosial di kabinet Schermerhorn dan kemudian di kabinet Beel. Drees menjadi Perdana Menteri Belanda dari tahun 1948 – 1958.


Pengangkatan Dr. Beel menjadi Wakil Tinggi Mahkota menunjukkan, betapa pentingnya masalah Indonesia bagi Belanda. Dengan demikian setelah Profesor Schermerhorn, Dr. Beel adalah mantan Perdana Menteri Belanda kedua yang dipercayakan untuk menyelesaikan masalah Indonesia.

Berbeda dengan Profesor Schermerhorn yang sosialis, Beel termasuk kelompok garis keras dan dekat dengan kalangan pengusaha di Belanda, yang tidak ingin memberikan konsesi apa pun kepada pihak Republik. Dengan pengangkatan Dr. Beel, Belanda telah menunjukkan sikap kerasnya, dan Letnan Jenderal Spoor yang memang ingin menghancurkan TNI, mendapat dukungan politik.

Pada 11 Desember 1948 Belanda menyatakan tidak bersedia lagi melanjutkan perundingan dengan pihak Republik, dan pada 13 Desember 1948, Belanda mengumumkan berdirinya Pemerintah Peralihan di Indonesia (Bewindvoering Indonesie in Overgangstijd –BIO).yang rencananya hanya terdiri dari negara- negara boneka, yang tergabung dalam Bijeenkomst voor Federaale Overleg –BFO- (Musyawarah Negara Federal), tanpa ikut sertanya Republik Indonesia.

Dalam suatu sidang kabinet, sesuai dengan hasil pembicaraan dalam sidang Dewan Siasat Militer beberapa waktu sebelumnya, diputuskan untuk segera memberangkatkan Presiden Sukarno ke India. Untuk tidak menimbulkan kecurigaan Belanda, alasan yang akan dikemukakan adalah suatu kunjungan resmi kenegaraan. Hal tersebut disampaikan kepada Wakil India di Yogyakarta, Mr. Yunus, yang segera meneruskan kepada Perdana Menteri India. Perdana Menteri Nehru menyetujuinya dan bahkan mengirim pesawat terbang untuk menjemput Presiden Sukarno. Direncanakan, Presiden Sukarno akan berangkat ke India tanggal 15 Desember 1948 dan akan ditemani antara lain oleh Komodor Udara Suriadarma, namun pesawat yang dikirim oleh Perdana Menteri India, ditahan oleh Belanda di Jakarta dan tidak diizinkan melanjutkan penerbangan ke Yogyakarta. Malam sebelumnya, Presiden Sukarno bahkan telah menyampaikan pidato perpisahan.

Tanggal 17 Desember, melalui Ketua KTN Merle Cochran, yang sejak bulan Oktober 1948 menggantikan Dubois, Wakil Presiden Hatta yang juga ketua delegasi Indonesia, mengirim surat kepada Dr. Beel, yang berisi jawaban pihak Indonesia atas permintaan Belanda mengenai rencana pembentukan BIO.

Karena penyakit paru yang dideritanya, sejak bulan Oktober 1948 Panglima Besar harus dirawat di rumah sakit, sehingga tugas sehari-hari dilaksanakan oleh para Wakil Kepala Staf Angkatan Perang. Namun firasat Sudirman yang kuat, mendorongnya pada 18 Desember 1948 untuk menyatakan, bahwa mulai hari itu, dia mengambil alih kembali komando Angkatan Perang (KSAP) Republik Indonesia.


Kol. T.B. Simatupang, waktu itu adalah Wakil II KSAP mencatat:
Pada tanggal 18 Desember pagi saya mengunjungi Pak Dirman yang sejak tiga bulan tidak dapat lagi bangun dari tempat tidurnya. Pada kesempatan itu saya laporkan kepada Pak Dirman bahwa pada satu pihak kita menganggap keadaan cukup genting, tetapi pada pihak lain menurut anggapan pimpinan politik, secara politis Belanda belum dapat memulai serangan selama surat-menyurat melalui wakil Amerika Serikat dalam KTN belum putus. Penyerangan oleh pihak Belanda dalam keadaan seperti itu merupakan politik gila, demikian pendapat di kalangan-kalangan politik. Walau pun begitu rupanya Pak Dirman telah mempunyai firasat bahwa Belanda akan menyerang juga. Pada hari itu Pak Dirman mengeluarkan pengumuman bahwa beliau telah memegang kembali komando. 


Tanggal 18 Desember 1948 pukul 23.30, siaran radio Belanda dari Jakarta menyebutkan, bahwa besok pagi Wakil Tinggi Mahkota Belanda, Dr. Beel, akan menyampaikan pidato yang penting.

Sementara itu Jenderal Spoor yang telah berbulan-bulan mempersiapkan rencana “pemusnahan” TNI memberikan instruksi kepada seluruh tentara Belanda di Jawa dan Sumatera untuk memulai penyerangan terhadap kubu Republik. Operasi tersebut dinamakan “Operasi Kraai.” Pukul 02.00 pagi 1e para-compgnie (pasukan para I) dari Korps Speciaale Troepen (KST) di Andir memperoleh parasut mereka dan memulai masuk ke enambelas pesawat transportasi. Pukul 03.30 dilakukan briefing terakhir. Pukul 03.45 Mayor Jenderal Engles tiba di bandar udara Andir, diikuti oleh Jenderal Spoor 15 menit kemudian. Dia melakukan inspeksi dan mengucapkan pidato singkat. Pukul 04.20 pasukan elit KST di bawah pimpinan Kapten Eekhout naik ke pesawat dan pukul 4.30 pesawat Dakota pertama tinggal landas. Rute penerbangan ke arah timur menuju Maguwo diambil melalui Lautan Hindia. Pukul 06.25 mereka menerima berita dari para pilot pesawat pemburu, bahwa zona penerjunan telah dapat dipergunakan. Pukul 06.45 pasukan para mulai diterjunkan di Maguwo.


Seiring dengan penyerangan terhadap bandar udara Maguwo, pagi hari tanggal 19 Desember 1948, WTM Beel berpidato di radio dan menyatakan, bahwa Belanda tidak lagi terikat dengan Persetujuan Renville . Seiring dengan penyerangan terhadap bandar udara Maguwo, pagi hari tanggal 19 Desember 1948, WTM Beel berpidato di radio dan menyatakan, bahwa Belanda tidak lagi terikat dengan Persetujuan Renville. Penyerbuan terhadap semua wilayah Republik di Jawa dan Sumatera, termasuk serangan terhadap Ibukota RI, Yogyakarta, yang kemudian dikenal sebagai Agresi II telah dimulai. Belanda konsisten dengan menamakan agresi militer ini sebagai “Aksi Polisional.”


Penyerangan terhadap Ibukota Republik, diawali dengan pemboman atas lapangan terbang Maguwo, di pagi hari. Pertempuran merebut Maguwo hanya berlangsung sekitar 25 menit. Pukul 07.10 bandara Maguwo telah jatuh ke tangan pasukan Kapten Eekhout. Di pihak Republik tercatat 128 tentara tewas, sedangkan di pihak penyerang, tak satu pun jatuh korban.

Sekitar pukul 09.00, seluruh 432 anggota pasukan KST telah mendarat di Maguwo, dan pukul 11.00, seluruh kekuatan Grup Tempur M sebanyak 2.600 orang termasuk dua batalyon, 1.900 orang, dari Brigade T- beserta persenjataan beratnya di bawah pimpinan Kolonel D.R.A. van Langen telah terkumpul di Maguwo dan mulai bergerak ke Yogyakarta.

Serangan terhadap Yogyakarta juga dimulai dengan pemboman serta menerjunkan pasukan payung di kota Yogyakarta. Di daerah-daerah lain di Jawa antara lain di Jawa Timur, dilaporkan bahwa penyerangan bahkan telah dilakukan sejak tanggal 18 Desember malam hari.

Segera setelah mendengar berita bahwa tentara Belanda telah memulai serangannya, Panglima Besar mengeluarkan perintah kilat yang dibacakan di radio tanggal 19 Desember 1948 pukul 08.00:

PERINTAH KILAT
No. I/P.B./D/1948
1. Kita telah diserang.
2. Pada tanggal 19 Desember 1948 Angkatan Perang Belanda menyerang kota Yogyakarta dan lapangan terbang Maguwo.
3. Pemerintah Belanda telah membatalkan persetujuan Gencatan Senjata.
4. Semua Angkatan Perang menjalankan rencana yang telah ditetapkan untuk menghadapi serangan Belanda.

Dikeluarkan di tempat
Tanggal - 19 Desember 1948
Jam - 08.00
Panglima Besar Angkatan Perang
Republik Indonesia

Letnan Jenderal Sudirman
Setelah itu, Jenderal Sudirman berangkat ke Istana Presiden, di mana kemudian dia didampingi oleh Kolonel Simatupang, Komodor Suriadarma serta dr. Suwondo, dokter pribadinya. Kabinet mengadakan sidang dari pagi sampai siang hari. Karena merasa tidak diundang, Jenderal Sudirman dan para perwira TNI lainnya menunggu di luar ruang sidang. Setelah mempertimbangkan segala kemungkinan yang dapat terjadi, akhirnya Pemerintah Indonesia memutuskan untuk tidak meninggalkan Ibukota.

Sesuai dengan rencana yang telah dipersiapkan oleh Dewan Siasat, yaitu basis pemerintahan sipil akan dibentuk di Sumatera, maka Presiden dan Wakil Presiden membuat surat kuasa yang ditujukan kepada Mr. Syafruddin Prawiranegara, Menteri Kemakmuran yang sedang berada di Bukittinggi. Isi Surat Presiden Sukarno dan Wakil Presiden Hatta adalah sebagai berikut:

Kami Presiden RI memberitahukan bahwa pada hari Minggu, tanggal 19 Desember 1948, pukul 6 pagi, Belanda telah memulai serangannya atas Ibukota Yogyakarta. Jika dalam keadaan Pemerintah tidak dapat menjalankan kewajibannya lagi, kami menguasakan pada Mr. Syafruddin Prawiranegara, Menteri Kemakmuran Republik Indonesia untuk membentuk Pemerintah Darurat di Sumatera.

Yogyakarta, 19 Desember 1948

Presiden Wakil Presiden
Sukarno Mohammad Hatta
Selain itu, untuk menjaga kemungkinan bahwa Syafruddin tidak berhasil membentuk pemerintahan di Sumatera, juga dibuat surat untuk Duta Besar RI untuk India, dr. Sudarsono, serta staf Kedutaan RI, L.N. Palar dan Menteri Keuangan Mr. A.A. Maramis yang sedang berada di New Delhi yang isinya:

Pro: dr. Sudarsono/Palar/Mr. Maramis. New Delhi.
Jika ikhtiar Syafruddin Prawiranegara untuk membentuk Pemerintahan Darurat di Sumatra tidak berhasil, kepada Saudara-saudara dikuasakan untuk membentuk “Exile Government of the Republic of Indonesia” di India.
Harap dalam hal ini berhubungan dengan Syafruddin di Sumatra. Jika hubungan tidak mungkin, harap diambil tindakan-tindakan seperlunya.

Yogyakarta, 19 Desember 1948

Wakil Presiden Menteri Luar Negeri

Mohammad Hatta - Agus Salim
Penangkapan terhadap pimpinan pemerintah Indonesia serta serangan terhadap pasukan Indonesia, dilakukan oleh tentara Belanda di seluruh wilayah Republik Indonesia waktu itu, yaitu di Sumatera, Jawa dan Madura. Seluruh perwira dan prajurit TNI serta laskar-laskar yang belum sempat diintegrasikan ke dalam TNI, segera ke luar kota, demikian juga di Yogyakarta. Masing-masing satuan menuju ke tempat yang telah dipersiapkan sebelumnya. Perintah yang tertuang dalam “Siasat No. 1” dilaksanakan, yaitu sambil mundur ke wilayah pegunungan, bumi hangus segera dilakukan, terutama menghancurkan jembatan-jembatan agar supaya tidak dapat dilalui kendaraan militer Belanda. Perang gerilya dimulai!

Setelah berita mengenai agresi militer Belanda yang dilancarkan pada 19 Desember 1949 disiarkan di seluruh dunia, berbagai kritik dan bahkan kecaman tajam dilontarkan oleh banyak negara terhadap pemerintah Belanda. Bahkan tanggal 20 Desember, berarti sehari setelah agresi militer Belanda, Dewan Keamanan PBB segera bersidang di Lake Success, dan kemudian dilanjutkan tanggal 22 Desember di Paris, yang juga dihadiri oleh utusan KTN (Komisi Tiga Negara) yang datang dari Indonesia dan memberikan laporannya. Pada sidang tersebut, Uni Sovyet mengusulkan agar Belanda secara resmi dicap sebagai agresor, namun usul tersebut ditolak oleh sidang. Dewan Keamanan menerima usul Amerika Serikat, Siria dan Kolumbia, yaitu agar tembak-menembak segera dihentikan, dan semua orang Indonesia yang ditahan oleh Belanda, dibebaskan. Kemudian Dewan Keamanan menerima usul resolusi dari wakil Ukraina, Vassily A. Tanassenko, dan mengeluarkan Resolusi Dewan Keamanan tertanggal 24 Desember 1948, yang isinya menyerukan kepada Belanda untuk segera menghentikan aksi militernya . Karena tidak dipatuhi oleh Belanda, Dewan Keamanan mengeluarkan lagi resolusi tanggal 28 Desember, dengan tambahan agar pembesar-pembesar Republik Indonesia yang ditawan, dibebaskan tanpa syarat dalam waktu 24 jam . Kedua resolusi tersebut juga diabaikan oleh Belanda.

Tanggal 31 Desember, Panglima Tertinggi Tentara Belanda di Indonesia, Jenderal Simon H. Spoor, mengumumkan penghentian tembak-menembak yang tampaknya hanya sekadar basa-basi -berlaku di atas kertas saja- karena setelah itu, tentara KNIL di seluruh Indonesia terus melancarkan serangan terhadap tentara Indonesia di wilayah Republik, serta menangkap pimpinan Repulik. Perdana Menteri Belanda, Dr. Willem Drees, menyatakan bahwa “aksi polisional” mereka telah selesai, dan Republik Indonesia sudah tidak ada lagi. 


Pemerintah Belanda nampaknya tidak menduga reaksi keras dari dunia internasional, terutama dari Pemerintah dan Senat Amerika Serikat, serta Dewan Keamanan PBB, yang segera mengeluarkan dua resolusi berturut-turut.

Kesibukan luar biasa timbul di negeri Belanda, baik di kalangan pemerintah maupun di Parlemen. Akhirnya diputuskan, bahwa Perdana Menteri Dr. Drees harus segera ke Jakarta untuk memantau situasi serta berunding dengan berbagai pihak di Indonesia. Drees berangkat ke Jakarta tanggal 4 Januari, dan kembali ke negeri Belanda tanggal 20 Januari; berarti dia tinggal di Indonesia selama 16 hari. Sungguh luar biasa, bagi seorang Perdana Menteri yang belum lama menjabat, pergi ke luar negeri untuk waktu yang cukup lama. Ini menunjukkan, bahwa masalah yang dihadapi Pemerintah Belanda, bukanlah masalah kecil dan tidak mudah untuk menyelesaikannya. 


Merle Cochran, wakil Amerika Serikat yang ditunjuk sebagai Ketua KTN, awal Januari dipanggil oleh Dewan Keamanan untuk memberikan laporannya mengenai situasi di Indonesia. Dalam Sidang Dewan Keamanan yang dilangsungkan di Lake Success tanggal 7 Januari 1949, wakil Amerika Serikat di Dewan Keamanan PBB, Philip Jessup menyampaikan sikap Pemerintah Amerika Serikat, yang lebih tegas daripada yang dikemukakan oleh Lovett tanggal 23 Desember 1948.

Tamparan pertama dari pihak BFO adalah pengunduran diri Ketua “Negara Pasundan”, Mr. Adil Puradireja, sebagai protes terhadap agresi militer Belanda tersebut.


Di PBB dan di dunia internasional, terjadi perang diplomasi antara Republik Indonesia dan Belanda. Tokoh-tokoh Republik di luar negeri berusaha untuk membuktikan kepada dunia internasional, bahwa Republik Indonesia dan TNI masih eksis. Di pihak lain, Belanda terus berusaha untuk meyakinkan negara-negara lain di PBB, bahwa Republik Indonesia dengan TNI-nya sudah tidak ada. KTN (Komisi Tiga Negara) masih tetap ada di Yogyakarta untuk mengadakan pemantauan situasi, dan selalu memberikan laporan kepada Dewan Keamanan PBB. 


Sejak pengaduan Republik kepada Dewan Keamanan PBB atas pelanggaran Perjanjian Linggajati yang dilakukan Belanda dengan melancarkan agresi militer pertama pada 21 Juli 1947, The Indonesian Question (Masalah Indonesia) tidak henti-hentinya ada di dalam agenda Dewan Keamanan PBB. Berbagai resolusi telah dikeluarkan sejak tahun 1947, namun Belanda masih tetap keras kepala dan tidak mau melihat kenyataan, bahwa Kemerdekaan Republik Indonesia tidak dapat dihalangi lagi. Belanda melawan opini dunia dan masih berusaha memutar balik jarum jam sejarah.


Di PBB makin banyak negara termasuk Amerika Serikat, yang tidak percaya dengan versi Belanda. Beberapa negara melancarkan inisiatif untuk mendesak Belanda keluar dari Indonesia dan mengakui kedaulatan Republik Indonesia. Terutama adalah Amerika Serikat yang ingin segera dihentikannya pertempuran di Indonesia dan telah memberikan isyarat, bahwa AS menyetujui pengakuan kedaulatan RI. Hal ini sebenarnya tidak terlepas dari strategi global AS untuk menghadang komunisme, berdasarkan teori dominonya pada waktu itu. AS sangat kuatir, karena Uni Sovyet melancarkan propaganda dengan mengidentiskan kolonialisme dengan kapitalisme. Perang dingin ideologi telah dimulai sejak tahun 1945, diawali di Konferensi Yalta. Berbagai kalangan di Amerika Serikat mendesak Pemerintah Amerika Serikat agar membekukan bantuan untuk negeri Belanda dalam rangka Marshall Plan (European Recovery Programm, program pemulihan/pembangunan Eropa, setelah Perang Dunia II), karena mereka menilai, Belanda menggunakan dana bantuan tersebut untuk membiayai agresi militer di Indonesia, yang diperkirakan menelan biaya sebesar satu juta US $/hari. 


Setelah Dewan Keamanan melihat bahwa Belanda tidak mematuhi Resolusi Dewan Keamanan tanggal 24 Desember 1948 dan 28 Desember 1948, awal Januari 1949 Dewan Keamanan menggelar sidang lagi untuk membahas masalah agresi militer Belanda. Amerika Serikat dan Uni Sovyet saling menuduh, bahwa yang dilakukan oleh masing-masing negara tersebut hanyalah agar Republik Indonesia tidak masuk ke bawah pengaruh negara lawan politisnya. 

Pada 22 Desember 1948, Kolonel Nasution selaku Panglima Tentara dan Teritorium Jawa mengeluarkan maklumat yang isinya:

Markas Besar Komando
Jawa
Maklumat No. 2/MBKD

Berhubung dengan keadaan perang, maka berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 30 dan 70, kami maklumkan berlakunya Pemerintahan Militair untuk seluruh Pulau Jawa.
Dikeluarkan: di tempat
Pada tanggal: 22 Dec.'49
Pada jam: 08.00

Panglima Tentara dan
Teritorium Jawa

Ttd.
(Kol. A.H. Nasution)

Kepada:
1. Semua Div.
2. - id - Bd.
3. - id - STC
4. Residen


Divisi III di bawah Kolonel Bambang Sugeng bermarkas di desa Kaliangkrik, dan sesuai dengan Perintah Siasat No. 1 dari Panglima Besar, di daerah gerilya dibentuk Wehrkreise (Wehrkreis, bahasa Jerman, artinya: Wilayah Pertahanan) dan Subwehrkreise (SWK). Pembagian Wehrkreise (WK) di wilayah Divisi III/Gubernur Militer III adalah:
Wehrkreis I dipimpin oleh Letnan Kolonel M. Bachrun. Wilayahnya meliputi Karesidenan Pekalongan, Banyumas dan Wonosobo, bermarkas di Desa Makam.
Wehrkreis II dipimpin oleh Letnan Kolonel Sarbini. Wilayahnya meliputi Kedu dan Kabupaten Kendal, bermarkas di Bruno.
Wehrkreis III dipimpin oleh Letnan Kolonel Suharto. Wilayahnya meliputi Yogyakarta dengan Pos Komandonya di Pegunungan Menoreh. 


Beberapa hari setelah bermarkas di Gunung Sumbing, para gerilyawan telah dapat membuka jalur komunikasi dan surat menyurat dengan pimpinan sipil yang berada di kota Yogyakarta. Jalur radio dan telegram juga dapat difungsikan dalam waktu relatif singkat. Dengan cara estafet, pemberitaan melalui radio dari Gunung Sumbing dapat mencapai New York, a.l. melalui pemancar radio AURI di Playen, dekat Wonosari, yang siarannya dapat ditangkap di Bukittinggi, kemudian diteruskan ke Kotaraja. Siaran dari Kotaraja ini dapat ditangkap di Singapura dan Birma, dan siaran dari Birma dapat ditangkap di New Delhi, India. Dengan adanya pemancar-pemancar radio tersebut, pimpinan Tentara Nasional Indonesia yang bergerilya dapat terus saling berkomunikasi dan semua kegiatan dapat disampaikan secara estafet ke Singapura, New Delhi bahkan sampai ke New York.


Begitu juga jaringan teritorial yang telah dipersiapkan beberapa bulan sebelum serangan Belanda tanggal 19 Desember 1948 berfungsi dengan baik, sehingga para Panglima/Gubernur Militer dapat selalu berhubungan dengan Panglima Besar Sudirman yang juga adalah Kepala Staf Angkatan Perang. Hirarki kemiliteran tetap berfungsi selama perang gerilya. Mengenai perjalanannya di Jawa yang dimulai tanggal 25 Februari 1949, Simatupang mencatat:

"Organisasi teritorial kita telah cukup teratur pada waktu itu, sehingga kami tidak usah membawa apa-apa selain daripada sekadar pakaian, sebab di mana-mana organisasi teritorial itu akan menyediakan penunjuk jalan, tenaga-tenaga pengangkut barang, tempat tidur, makanan dan di daerah-daerah yang kurang aman, pengawalan." 


Setelah melalui serangkaian perdebatan dan sanggahan dari wakil Belanda, akhirnya Dewan Keamanan PBB menerima usulan yang dimajukan oleh Amerika Serikat bersama Kuba, Norwegia dan Cina (Taiwan-pen.), yang isinya a.l. menyerukan penghentian pertempuran dan mendesak Belanda untuk memulai perundingan dengan pihak Republik Indonesia, guna membicarakan pengakuan/penyerahan kedaulatan kepada RI. Pada tanggal 28 Januari 1948, Dewan Keamanan PBB menerima usulan 4 negara tersebut dan menetapkan sebagai Resolusi PBB No. 67, tanggal 28 Januari 1949, mengenai "The Indonesian Question."

Resolusi Dewan Keamanan, 28 Januari 1949.

Dewan Keamanan,
dengan mengingat resolusinya tanggal 1 Agustus 1947, 25 Agustus 1947 dan 1 November 1947 tentang masalah Indonesia;
dengan memperhatikan dan menyetujui laporan-laporan yang diajukan oleh Komisi Jasa Baik untuk Indonesia (Committee of Good Offices for Indonesia);
menimbang bahwa resolusinya tanggal 24 Desember 1948 dan 28 Desember 1948 tidak dijalankan sepenuhnya;
menimbang, bahwa masih didudukinya daerah Republik Indonesia oleh pasukan-pasukan bersenjata Belanda adalah tidak sesuai dengan usaha untuk kembalinya hubungan baik antara kedua belah fihak dan untuk tercapainya penyelesaian akhir yang adil dan kekal atas sengketa tentang Indonesia;
menimbang, bahwa mengadakan dan memelihara keamanan di seluruh Indonesia adalah syarat yang perlu untuk mencapai maksud dan keinginan kedua belah fihak;
mendengar dengan puas, bahwa kedua belah fihak tetap berpegang teguh pada asas-asas Persetujuan Renville dan menyetujui akan diadakannya pemilihan umum yang bebas dan demokratis di seluruh Indonesia dengan maksud untuk mendirikan suatu Constituent Assembly (Badan Pembentuk Undang-undang) secepat-cepatnya, serta menyetujui pula bahwa Dewan Keamanan akan mengawasi pemilihan umum itu melalui suatu badan yang akan dibentuk oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa;
dan bahwa wakil Belanda telah menyatakan keinginan pemerintahnya untuk mengadakan pemilihan umum itu tidak lewat tanggal 1 Oktober 1949;
melihat pula dengan puas, bahwa Pemerintah Belanda berniat akan menyerahkan kedaulatan kepada Indonesia Serikat jika mungkin pada 1 Januari 1950 atau setidak-tidaknya dalam tahun 1950, dengan kesadaran akan tanggungjawabnya yang utama untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional, dan supaya segala hak, tuntutan, dan kedudukan masing-masing fihak tidak dilanggar dengan kekerasan;
menyerukan kepada Pemerintah Belanda supaya menghentikan segala tindakan militer dengan segera; menganjurkan pada Pemerintah Republik pada waktu yang sama memerintahkan kepada pengikut-pengikutnya yang bersenjata supaya menghentikan perang gerilya; dan menganjurkan kepada kedua belah fihak supaya bekerjasama dalam mengembalikan perdamaian dan menjaga keamanan dan ketertiban di seluruh daerah yang bersangkutan;

menyerukan kepada Pemerintah Belanda supaya membebaskan dengan segera dan tanpa syarat apa pun juga semua tawanan politik yang ditawan olehnya semenjak 19 Desember 1948 dalam Republik Indonesia, dan mempermudah kembalinya dengan segera pejabat-pejabat Pemerintah Republik Indonesia ke Yogyakarta, agar mereka dapat melakukan tugasnya seperti tersebut pada pasal (1) di atas dan agar mereka dapat menjalankan pekerjaannya secara bebas, termasuk tugas pemerintahan di daerah Yogyakarta yang mengenai kota Yogyakarta dan sekitarnya. Pejabat-pejabat Belanda harus memberikan kepada Pemerintah Republik Indonesia segala perlengkapan sepantasnya yang diperlukan oleh pemerintah itu untuk melakukan kewajiban dalam daerah Yogyakarta itu dan untuk dapat berhubungan dan bertukar pikiran dengan lain-lain fihak di Indonesia.

Menganjurkan, supaya, mengingat pentingnya terwujud tujuan dan keinginan kedua belah fihak untuk mendirikan suatu Negara Indonesia Serikat yang merdeka dan berdaulat dan berbentuk federal dalam waktu yang sesingkat-singkatnya, utusan Pemerintah Belanda dan Pemerintah Republik selekas mungkin mengadakan perundingan, dengan bantuan komisi yang tersebut dalam paragraf 4 di bawah, berdasarkan asas-asas yang terdapat dalam persetujuan Linggajati dan Persetujuan Renville dan mempergunakan apa yang telah disetuhui antara kedua fihak tentang usul-usul yang diajukan padanya oleh wakil-wakil Amerika dalam Komisi Jasa Baik pada tanggal 10 September 1948; dan teristimewa atas dasar-dasar yang berikut:

a) perwujudan Pemerintah Federal Interim yang akan diberi kuasa atas pemerintahan dalam negeri di Indonesia selama masa peralihan (interim period) sebelum penyerahan kedaulatan terjadi itu, harus merupakan hasil perundingan-perundingan tersebut di atas dan dilaksanakan tidak lewat tanggal 15 Maret 1949;
b) pemilihan wakil-wakil yang akan duduk dalam Constituent Assembly hendaknya selesai pada tanggal 1 Oktober 1949; dan
c) penyerahan kedaulatan atas Indonesia oleh Pemerintah Belanda kepada Negara Indonesia Serikat hendaknya dilaksanakan dalam waktu sesingkat-singkatnya dan setidak-tidaknya tidak lewat tanggal 1 Juli 1950;

jikalau tidak tercapai persetujuan satu bulan sebelum tanggal-tanggal yang tersebut pada sub-paragraf (a), (b) dan (c) di atas, maka komisi yang tersebut pada paragraf (a) di bawah, dengan segera harus memberi laporan kepada Dewan Keamanan, dengan menambahkan saran-saran tentang cara penyelesaian kesukaran-kesukaran yang ada;

a) Komisi Jasa Baik selanjutnya akan disebut Komisi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Indonesia (United Nations Commission for Indonesia - UNCI). Komisi itu akan bertindak sebagai wakil Dewan Keamanan di Indonesia dan memegang semua kewajiban yang diberikan kepada Komisi Jasa Baik oleh Dewan Keamanan semenjak 18 Desember 1947 dan juga semua kewajiban yang diberikan padanya oleh resolusi ini. Komisi ini mengambil putusan berdasarkan suara terbanyak, akan tetapi dalam memberikan laporan dan anjuran kepada Dewan Keamanan harus menyebut pula pandangan mayoritas maupun pandangan minoritas, jika ada perbedaan paham antara pada anggota komisi itu.
b) Komisi Konsuler diminta membantu pekerjaan Komisi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Indonesia dengan menyediakan peninjau-peninjau militer dan pegawai-pegawai lainnya serta bantuan lainnya agar komisi dapat melakukan kewajibannya seperti termaktub dalam resolusi sekarang ini, dan untuk sementara waktu menunda segala pekerjaan lainnya.
c) Komisi akan memberi bantuan kepada kedua belah fihak dalam melaksanakan resolusi ini, akan memberi bantuan kepada kedua belah fihak dalam mengadakan perundingan menurut paragraf 3 di atas, dan berhak memberi usul kepada mereka atau kepada Dewan Keamanan tentang hal-hal yang termasuk dalam wewenangnya. Setelah tercapai persetujuan dalam perundingan-perundingan itu, komisi akan memberi anjuran kepada Dewan Keamanan tentang sifat, kekuasaan dan pekerjaan badan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang harus tinggal di Indonesia untuk membantu pelaksanaan syarat-syarat persetujuan itu sehingga kedaulatan diserahkan oleh Pemerintah Belanda kepada Negara Indonesia Serikat.
d) Komisi berhak berunding dengan wakil-wakil dari semua daerah di Indonesia di luar daerah Republik dan berhak mengundang wakil-wakil daerah tersebut untuk ikut serta dalam perundingan seperti termaksud dalam paragraf 3 di atas.
e) Komisi atau badan lain dari Perserikatan Bangsa-Bangsa yang mungkin didirikan menurut usul seperti tersebut pada paragraf 4 © di atas berhak mengawasi atas nama Perserikatan Bangsa-Bangsa, pemilihan umum yang akan diadakan di seluruh Indonesia serta berhak pula mengajukan anjuran mengenai daerah-daerah di Jawa, Madura dan Sumatera tentang syarat-syarat yang perlu supaya (a) memastikan, bahwa pemilihan umum dilaksanakan secara bebas dan demokratis, dan (b) menjamin agar supaya senantiasa ada kebebasan untuk berhimpun, berbicara dan menyampaikan pendapat, asal saja kebebasan itu tidak dipergunakan untuk menghasut melakukan kekerasan atau balas dendam;
f) Komisi harus memberi bantuan mengembalikan selekas mungkin pemerintahan sipil Republik. Untuk hal itu, komisi setelah berunding dengan kedua belah fihak, akan menganjurkan sampai mana daerah-daerah Republik yang ditetapkan menurut perjanjian Renville (di luar daerah Yogyakarta) akan dikembalikan berangsur-angsur kepada Pemerintah Republik, disesuaikan dengan syarat-syarat bagi terjaminnya keamanan dan ketertiban serta keselamatan jiwa dan harta-benda; dan komisi juga akan mengawasi persediaan barang yang dibutuhkan agar pemerintahan dapat berjalan dengan tertib dan untuk menjaga kehidupan rakyat di daerah yang dikembalikan itu. Setelah berunding dengan kedua belah fihak, komisi akan menganjurkan, tentara Belanda mana, jika masih perlu, akan tetap tinggal untuk sementara waktu di daerah yang terletak di luar daerah Yogyakarta untuk membantu menjaga keamanan dan ketertiban.
Jika salah satu fihak tidak dapat menerima anjuran komisi tersebut, komisi dengan segera akan melaporkan hal itu kepada Dewan Keamanan, disertai saran-saran penyelesaian atas segala kesukaran yang ada,
g) Komisi mengirimkan laporan periodik kepada Dewan Keamanan dan laporan istimewa setiap kali dianggap perlu oleh komisi,
h) Komisi akan mempergunakan sejumlah pengawas, opsir dan lain-lain orang yang dianggap perlu.

1. Meminta kepada Sekretaris Jenderal, supaya komisi diberi suatu staf, keuangan dan segala sesuatu yang dibutuhkan oleh komisi untuk melaksanakan pekerjaannya.
2. Menganjurkan kepada Pemerintah Belanda dan Republik Indonesia, agar memberi bantuan sepenuhnya dalam pelaksanaan ketentuan-ketentuan resolusi ini.


Secara keseluruhan resolusi tersebut menunjukkan sikap lunak negara-negara "Super Power" Barat terhadap Belanda, karena walau bagaimana pun, Belanda adalah sekutu mereka dalam Perang Dunia II . Perang dingin melawan komunisme telah dimulai. Pada waktu itu sedang dilakukan perundingan antara Amerika Serikat dengan negara-negara Eropa Barat, termasuk Belanda, dalam rangka rencana pembentukan Pakta Pertahanan, yaitu North Atlantic Treaty Organization (NATO), untuk menghadapi blok komunis yang dipimpin oleh Uni Sovyet.


Butir satu dan dua dari resolusi tersebut dengan jelas meminta Belanda untuk segera menghentikan aksi militernya di Indonesia, serta dengan segera membebaskan tanpa syarat, semua tahanan politik yang ditahan Belanda sejak 19 Desember 1948. Selain itu, resolusi telah menetapkan agenda penyerahan kedaulatan oleh Pemerintah Belanda kepada Pemerintah Republik Indonesia.

Lanjut membaca “Seputar Peristiwa Agresi Militer Belanda II”  »»
0 komentar
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Bagikan ke XBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda
Langganan: Postingan (Atom)

Sponsored

  • banners
  • banners
  • banners
  • banners

Buscar no Google

Clock

AMPM Radio

My Facebook

Dwikka Shiro

Buat Lencana Anda

My Friend Blog

Blogroll

Blog Archive

  • ▼  2010 (160)
    • ►  Mei (9)
    • ▼  April (80)
      • Battle of Iwo Jima
      • The Crusade (Perang Salib) Overview
      • Sutan Syahrir : PM Indonesia pertama
      • Seputar Peristiwa Agresi Militer Belanda II
      • Longinus Spear ! The Spear Of Destiny..
      • Nostradamus
      • Misteri Batu Ica - Peru
      • Sejarah Lain dari 14 Februari
      • Sejarah Yakuza... The Gangster Of Japan
      • Penaklukan Konstantinopel
      • Bukti Tanda Dahsyatnya Bom Atom di Hiroshima Jepan...
      • Sampul Album Rock Bersejarah: KILLERS
      • Borley Rectory "The Most Haunted House in England"
      • “Rapat Gelap” Bung Karno – Tan Malaka
      • German Battleship Bismarck
      • Misteri Bajak Laut dan Harta Karun
      • Pesawat Hilang dalam Sejarah Dunia
      • Jejak Sejarah 'Message in the Bottle'
      • Benteng Keraton Wolio, Benteng yang Dibangun Selam...
      • José Rizal
      • Dracula
      • The Baghdad Battery
      • Sejarah Facebook
      • Misteri Sejarah Presiden Lincoln dan John F. Kennedy
      • Peristiwa Madiun 1948 dengan kepulangan Musso
      • Tim Berners-Lee: Si Penemu World Wide Web (www)
      • Lemuria -> Kisah Benua yang Hilang
      • Asal Usul dan Perkembangan angka 666 dalam Sejarah
      • Ledakan Supernova
      • Tujuh Menara Terkenal di Indonesia
      • Penyebab Gempa dan Gempa Gempa Terdhasyat di Muka ...
      • Ubi Kayu
      • Ice Circle - Lingkaran Es yang Misterius
      • Tempat - Tempat yang Menakutkan
      • Taman Bunga Angkasa di Babylonia
      • Marquis de Sade: Mahaguru Erotisme-Kejahatan
      • The Lost World ada di Indonesia?
      • Mitos Tentang Petir
      • Rahasia Yang Belum Terungkap Di Balik 17 Agustus
      • Teratorn : Burung hitam misterius dari Pinebarrens
      • Kapas : Sebagai Sumber Protein Baru
      • Legenda Kapal Hantu : The Flying Dutchman
      • Komitet Gosudarstvennoy Bezopasnosti [KGB]
      • Dark Matter
      • Pemanasan Global : Bukan Hanya Bumi yang Mengalami
      • Grafologi, Membaca Kepribadian Lewat Tulisan
      • Ramalan Jucelino Nobrega da Luz
      • Sejarah Perkembangan Virus
      • Fakta Unik Ilmu Pengetahuan
      • Teori Mengenai Perang
      • Mitos Salah yang Dipercaya Dokter
      • Asal Mula Asir di Bumi
      • Laba Laba - Sang Insinyur Ahli
      • Spontaneous Human Combustion (SHC)
      • Mitos Mitos Gempa
      • Misteri Otak Manusia yang Belum Terpecahkan
      • Kecepatan Cahaya
      • Third Eye
      • 10 Kejadian yang Mengubah Sejarah
      • Daftar 10 Migrasi Hewan di Dunia yang Paling Extreme
      • Pohon Sintetis yang Bisa Menyerap CO2 Lebih Banyak...
      • Perang Nuklir Prasejarah
      • Vampir dalam Pandangan Ilmiah
      • Bukti Pertama Ada Danau di Mars
      • Radiasi Nuklir Lebih Ramah Daripada Radiasi Alam
      • Materi - Materi Berbasis Sains - Alam
      • Henry Luce: Pria Yang Membentuk Peradaban Amerika
      • Tentang Pluto?
      • Ramalan Mengerikan: 2010 Perang Dunia Ke 3 Meletus...
      • Rahasia Ramalan Bangsa Hopi
      • Kejadian Aneh di Dunia yang tak Terceritakan
      • 6 Tanda Rumah Berhantu
      • Rahasia Area 51 terungkap? Para veteran berbicara
      • Kematian Aneh dalam Sejarah
      • 5 Monster Primitif yang Aneh dalam Sejarah
      • Mengapa Langit Berwarna Biru?
      • 6 Kalajengking Paling Beracun
      • 10 Sepeda Termahal
      • 10 Pulau terunik di dunia
      • Balita 2 Tahun Yang Jenius
    • ►  Maret (68)
    • ►  Februari (3)

Followers

BLOGX DWIKKA Headline Animator

BLOGX DWIKKA

↑ Grab this Headline Animator

Stats

web tracker

Music




IDWS Mania

IDWS Mania

Chat

Yang Mampir and Yang Mau Chat Silahkan...
ShoutMix chat widget

My Friends Banner

My Banner

Support By

Tutorial Column





BLOGX DWIKKA's Fish

 

© 2010 My Web Blog
designed by DT Website Templates | Bloggerized by Agus Ramadhani | Zoomtemplate.com